PILPRES 2014
Prof Emmerson: Jokowi Lebih Menjanjikan daripada Prabowo

KOMPAS.com — Profesor
Donald K Emmerson adalah Direktur Forum Asia Tenggara di Shorenstein
Asia dan seorang profesor di Stanford University, AS. Dia optimistis
melihat kondisi politik di Indonesia. Berikut ini merupakan wawancara VOA (Voice of America)
dengan Prof Emmerson terkait pelaksanaan Pilpres 2014, terpilihnya Joko
Widodo, serta peluang dan tantangan Joko Widodo nanti sebagai presiden.
Rakyat Indonesia kelihatan semakin percaya diri dan dewasa
mengikuti pilpres langsung tahun ini, tetapi ada suatu fenomena baru
yang terjadi, yaitu sikap Prabowo Subianto, salah satu calon presiden,
yang menolak hasil rekapitulasi pemilu dan menarik diri dari proses
pemilu hanya beberapa jam sebelum hasilnya diumumkan. Melihat kedua hal
itu, bagaimana Anda melihat pelaksanaan demokrasi di Indonesia?
Saya
seorang yang sangat optimistis melihat kondisi politik di Indonesia
meski ada kontroversi dan ketegangan yang terjadi terkait sikap Prabowo
Subianto yang menolak hasil pemilu karena menilai telah dicurangi. Saya
mempertaruhkan penilaian saya, tetapi memang ada indikasi kuat bahwa
Jokowi akan tetap dilantik sebagai presiden berikutnya dan Prabowo
Subianto akan terisolasi jika tetap berkeras menolak hasil pemilu. Saya
tetap yakin Jokowi tetap memiliki legitimasi sebagai pemenang pemilu
yang jujur dan adil meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa melihat luasnya
wilayah Indonesia dan banyaknya pemilih, hampir tidak mungkin pemilu
berlangsung 100 persen secara jujur dan adil. Namun, melihat selisih
suara di antara Jokowi dan Prabowo sekitar 8 juta suara, sulit
membayangkan bahwa 8 juta suara itu merupakan hasil rekayasa atau
dicurangi.
Namun, saya juga ingin melihat pelaksanaan demokrasi
di Indonesia dalam jangka waktu yang lebih panjang, bukan sekadar
berdasarkan pemilu kali ini saja. Ada penilaian bahwa demokrasi dianggap
berhasil jika sudah menjadi satu-satunya aturan main di negara tersebut
atau bahasa yang suka saya pakai adalah "the only game in town".
Tentu saja maksudnya ini lebih dari sekadar "permainan" atau "aturan".
Namun, dengan kata lain, tidak ada alternatif yang punya legitimasi di
negara tersebut, dalam hal ini Indonesia, selain demokrasi.
Melihat
konteks itu, menarik mencermati pidato-pidato Prabowo Subianto semasa
kampanye yang menunjukkan bahwa dia tidak suka pada pemilu langsung,
baik di tingkat provinsi maupun di tingkat nasional. Ini bisa
diterjemahkan bahwa Prabowo tidak punya komitmen pada demokrasi.
Jadi,
ada baiknya dia tidak terpilih sebagai presiden baru Indonesia karena
bisa-bisa dia justru membuat demokrasi mundur. Namun, kembali ke
pertanyaan awal soal "apakah demokrasi sudah menjadi satu-satunya aturan
permainan di Indonesia dan apakah sudah diinstitusionalisasikan", maka
ada sejumlah kriteria yang bisa dijadikan ukuran.
Salah satu di
antaranya adalah sudah berapa banyak pemilu yang diselenggarakan. Awal
tahun ini Indonesia menyelenggarakan pemilu langsung keempat, yaitu
pemilu legislatif dan disusul dengan pemilu presiden langsung ketiga
pada tanggal 9 Juli lalu. Memang belum ada batas perolehan suara (threshold)
yang ditetapkan untuk menunjukkan "wah memang demokrasi sudah
dilembagakan di Indonesia," tetapi pertambahan jumlah pemilih setiap
tahun ini menunjukkan bahwa demokrasi memang mulai menjadi kisah sukses
di Indonesia. Demokrasi menjadi cara efektif serah terima kekuasaan
secara damai dalam sistem politik.
Kriteria kedua adalah
transparansi. Dalam hal ini kita patut memuji rakyat Indonesia, termasuk
pemilih-pemilih muda, yang sudah semakin dewasa. Bahkan, dalam pemilu
kali ini mereka menggunakan teknologi lewat berbagai media sosial, quick count, exit poll, dll. Untuk menghindari terjadinya kecurangan dan pelanggaran pemilu, mereka tidak segan-segan melakukan cek dan recheck
lewat berbagai media sosial tadi. Ini suatu hal yang menggembirakan
terlebih melihat semangat kaum muda Indonesia yang kelak mewarisi masa
depan Indonesia.
Kriteria ketiga adalah legitimasi dan ini
sangat penting. Indonesia cukup beruntung karena dalam dua pilpres
langsung sebelumnya, Yudhoyono memenangkan pemilu secara mutlak dengan
selisih suara sangat besar, baik di Pemilu 2004 maupun Pemilu 2009.
Sulit mempersoalkan selisih suara yang sangat besar yang diraih
Yudhoyono. Hal ini membantu mempersiapkan rakyat Indonesia menghadapi
perolehan selisih suara Jokowi yang lebih sedikit. Perolehan suara
Jokowi yang 53 persen dengan Prabowo yang 47 persen, jadi ada selisih
suara 6 persen, tetapi merupakan hal yang substansial. Namun, tetap
memicu pertanyaan soal apakah Prabowo akan berhasil mempersoalkan
selisih suara tersebut ke pengadilan dan akankah hal ini memicu
terjadinya aksi kekerasan.
Kita sama-sama tahu Indonesia sudah
mengalami banyak pengalaman dengan terjadinya beragam aksi kekerasan.
Saya bahkan baru saja berbicara dengan beberapa teman yang baru kembali
dari Indonesia. Mereka mengatakan menemui banyak warga Indonesia
keturunan Tionghoa yang bersiap menuju ke Singapura, Hongkong, atau
negara-negara dekat lainnya karena khawatir terjadinya aksi kekerasan
bernuansa ras pasca-pemilu. Ini sangat miris meskipun hingga saat
wawancara ini terbukti tidak terjadi aksi kekerasan apa pun di
Indonesia. Ini menunjukkan bahwa kekhawatiran itu tidak terbukti,
menunjukkan bahwa rakyat Indonesia sudah dewasa dan menunjukkan
keabsahan hasil pemilu.
Jika ketiga kriteria itu dinilai sudah terpenuhi, dapatkah dikatakan demokrasi Indonesia sudah berhasil?
Nah
itu dia. Demokrasi baru dinilai benar-benar berhasil jika berhasil
membuktikan kepada para peserta demokrasi, dalam hal ini rakyat
Indonesia, bahwa hasil demokrasi itu manjur bagi mereka. Bahwa tokoh
atau pemerintahan yang dihasilkan dari proses demokrasi itu benar-benar
kompeten. Ini masih harus diuji karena Jokowi juga baru saja terpilih.
Jokowi
memang belum membuktikan kompetensinya, tetapi setidaknya rakyat
Indonesia telah membuktikan bahwa mereka lebih dewasa dalam berdemokrasi
dibanding elite politiknya, bukan?
Ha-ha-ha… Penggambaran
yang Anda sampaikan cukup baik. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa
sejumlah elite politik terlibat dalam korupsi, manipulasi, ada yang
mengklaim bahwa Indonesia adalah negara oligarki yang tidak bisa
melakukan reformasi, negara yang hanya menghasilkan pemimpin-pemimpin
yang korup, dan jika kemudian kita melihat beberapa elite politik
tertentu yang keluar masuk dalam kabinet pemerintahan selama ini, memang
benar yang Anda katakan.
Namun, Anda juga harus mengetahui
bahwa Jokowi berasal dari latar belakang yang sama sekali berbeda. Dia
adalah satu-satunya presiden di Indonesia yang latar belakangnya berasal
dari dunia bisnis. Ia memang pernah menjadi Wali Kota Solo dan kemudian
Gubernur Jakarta, tetapi pada dasarnya dia adalah pebisnis. Dia seorang
eksportir mebel dari Solo. Dia berasal dari luar lingkaran elite yang
korup. Rakyat Indonesia tampaknya tahu betul bahwa jika mereka memang
ingin melakukan reformasi secara serius, terutama reformasi ekonomi yang
memang luar biasa penting, maka sangat rasional untuk tidak memilih
seseorang yang pernah duduk di lingkaran kekuasaan, tetapi memilih
seseorang yang benar-benar berasal dari luar sistem.
Apa
masalah yang menjadi target pekerjaan utama Jokowi setelah dilantik?
Reformasi ekonomi atau justru mengatasi intoleransi beragama dan
minimnya perlindungan terhadap kaum minoritas?
Saya kira
kita harus bedakan antara prioritas dan masalah. Dalam hal prioritas,
saya kira prioritas utama Jokowi adalah reformasi ekonomi. Harus diakui
bahwa makro-ekonomi Indonesia tidak terlalu baik, angka pertumbuhan
masih di bawah 6 persen. Angka ini sebenarnya, jika ingin jujur,
merupakan hal yang tidak seharusnya. Artinya, angka pertumbuhan ini
masih bisa didorong lebih tinggi lagi jika Indonesia berniat tidak
sekedar jadi negara berkembang.
Infrastruktur merupakan
prioritas penting lain terkait reformasi ekonomi. Indonesia dikenal
sebagai negara yang punya sumber daya beragam, minyak, emas, mineral,
dll, sehingga infrastruktur merupakan hal vital. Jalan, jembatan,
pelabuhan, bandara, dll. Infrastruktur merupakan hal yang sangat vital.
Tanpa infrastruktur yang memadai, Indonesia akan tertinggal secara
domestik dan luar negeri. Padahal, ini sangat penting untuk mendorong
angka pertumbuhan. Hal lain adalah anggaran. Hampir seperlima anggaran
habis untuk subsidi BBM. Saya tahu mencabut subsidi BBM akan sangat
menyakitkan rakyat, tetapi saya juga yakin legitimasi Jokowi akan
membuat rakyat memahami kebijakan ini jika ia memutuskannya pada tahun
pertama setelah berkuasa.
Prioritas penting lain setelah ekonomi
adalah pendidikan. Untuk mencegah terperangkap dalam kemiskinan secara
terus-menerus, Indonesia harus meningkatkan kualitas pendidikan.
Sebenarnya kebijakan pendidikan Indonesia sejak zaman Soeharto sudah
cukup baik, terutama dari sisi kuantitas atau banyaknya jumlah anak yang
bisa sekolah. Namun, dari sisi kualitas, saya kira perlu ada terobosan.
Jika Indonesia tidak bisa membuat SDM-nya bersaing di pasar global,
masa depannya akan kurang cerah.
Sementara itu, dari sisi
tantangan, yang paling utama adalah intoleransi yang Anda sebut tadi.
Meningkatnya jumlah kelompok Islam garis keras dan kekebalan hukum yang
mereka miliki setelah melakukan aksi kekerasan terhadap kelompok
Kristen, kelompok Islam-minoritas dll merupakan tantangan utama yang
harus diatasi Jokowi. Saya sangat gembira ketika menyadari pidato
kemenangan Jokowi di Pelabuhan Sunda Kelapa, yang tampaknya dimaksudkan
untuk menunjukkan Indonesia memiliki akses maritim global, menggunakan
beragam bahasa. Salam pembuka Jokowi dalam pidato itu tidak saja
menggunakan bahasa Arab "Assalammualaikum", tetapi juga bahasa
Buddha, Hindu, dll. Ini menunjukkan bahwa Jokowi sejak awal punya
keberanian untuk mengatasi intoleransi beragama di Indonesia.
Tantangan
kedua Jokowi adalah korupsi. Survei terbaru Gallup menunjukkan bahwa 91
persen warga Indonesia yakin bahwa korupsi meluas dari pemerintahan dan
86 persen warga yakin korupsi meluas dari dunia bisnis. Ini merupakan
salah satu tantangan utama bagi Jokowi untuk memberantasnya dan
menurunkan angka korupsi. Saya yakin Jokowi mampu karena dalam salah
satu pernyataannya dia mengatakan "jika ada menteri yang kinerjanya
tidak baik, termasuk melakukan korupsi, maka dia akan memecatnya." Ini
tidak terjadi pada pemerintahan Yudhoyono, terutama pada masa jabatan
keduanya. Momentum pemberantasan korupsi yang digalakkan pada masa
jabatan pertama pupus begitu muncul sejumlah kasus korupsi pada masa
jabatan keduanya, yang bahkan menjadi wabah tidak saja di
pemerintahannya, tetapi juga partai politiknya.
Jika Jokowi
menyadari masalah dan tantangan yang dihadapinya, pastinya akan terjadi
perubahan kebijakan besar-besaran dalam pemerintahan Jokowi?
Ya.
Namun, saya harus jujur menganalisis karena saya independen dan tidak
partisan. Jokowi memang jauh lebih menjanjikan sebagai pemimpin baru
dibanding Prabowo, tetapi jangan lupa partai yang mengusungnya ke puncak
kekuasaan. PDI-Perjuangan dan pimpinannya Megawati Soekarnoputri
bukanlah orang luar. Ia adalah orang dalam. Setidaknya pernah berada
dalam lingkaran kekuasaan. Demikian pula Jusuf Kalla yang kini akan
berjuang bersama Jokowi, patut diakui dia memiliki rekam jejak yang baik
dalam menangani berbagai isu, terutama konflik di Aceh dan Poso, tetapi
dia juga orang dalam. Dia juga bagian dari elite politik. Latar
belakangnya di Golkar, partai yang kini justru mendukung Prabowo. Jadi,
saya optimistis, tetapi juga waspada, berhati-hati melihat pengambilan
kebijakan Jokowi nantinya. Jika Anda mencoba memosisikan diri dalam
posisi Jokowi dan menjadi incumbent, banyak hal akan berubah.
Dalam arti, dia akan menyadari bahwa banyak hal yang harus dilakukan dan
tanggung jawab yang harus dipikul lewat kompromi.
Apakah
mungkin terjadi kompromi, atau saya lebih suka menggunakan kata
"rekonsiliasi", di antara kubu Jokowi dan Prabowo? Mungkinkah Jokowi
menawarkan sejumlah posisi bagi Prabowo?
Ini topik yang
krusial. Karena begini, setelah pengumuman KPU dan ada penetapan
pemenang secara sah, tanpa gejolak, mungkin banyak warga dan pemimpin
dunia merasa lega. Mereka mulai mengalihkan perhatian ke Ukraina, krisis
Israel-Palestina, dll. Tetapi, saya tidak. Menurut saya, masa di antara
saat pengumuman KPU 22 Juli hingga pelantikan Oktober nanti justru
merupakan masa-masa genting. Jelas bahwa partai-partai yang mendukung
Prabowo bisa akan bubar atau keluar dari koalisi yang mereka ciptakan.
Mereka akan mencari kesempatan untuk bergabung dengan Jokowi yang saat
ini hanya menguasai 37 persen kursi di DPR.
Harus diakui bahwa
meskipun Jokowi jadi presiden, dia adalah presiden minoritas karena
partai-partai yang mendukungnya hanya merupakan kelompok kecil di DPR.
Sementara itu, sistem politik Indonesia adalah campuran antara
presidensial dan parlementer. Jokowi akan menghadapi kesulitan jika dia
menemui tantangan dari koalisi besar yang berada di belakang Prabowo.
Kabar baiknya adalah koalisi permanen Prabowo itu justru akan bubar.
Namun, jangan salah, hal ini juga berpotensi menimbulkan masalah baru
karena jika kita belajar dari era pemerintahan Yudhoyono yang merangkul
begitu banyak partai pendukung dan merasa "kuat", padahal hanya dalam
tanda petik. Dukungan yang diperoleh Yudhoyono semu dan banyak anggota
kabinetnya yang mengambil kebijakan sendiri-sendiri karena merasa
loyalitasnya diukur dari sikap loyal kepada partai politiknya, bukan
kepada presiden.
Alhasil, pemerintahannya kacau dengan begitu
banyak politisi independen dan Yudhoyono tidak bisa membuat kabinetnya
kompeten. Sudah tidak kompeten, dipenuhi skandal korupsi pula. Jadi,
saya kira sebaiknya hanya melakukan koalisi secara minimal, 53 hingga 54
persen, sehingga bisa mempertahankan kekuatan mayoritas tadi tanpa
perlu diganggu oleh mereka yang hanya loyal pada partai politik dan
bukan pada presiden. Saya menilai Jokowi cukup mampu mewujudkan hal ini
karena dia pernah mengatakan bahwa hanya 20 persen dari kabinetnya yang
berasal dari partai politik. Jika itu yang terjadi, saya yakin
kompetensi pemerintah Jokowi akan tinggi dan korupsi bisa ditekan.
Adakah kebijakan luar negeri yang perlu diubah Jokowi?
Dari
kampanye-kampanya saya melihat Jokowi menekankan perlunya memperkuat
hubungan antara Indonesia dan Palestina, yaitu dengan membuka kedutaan
Indonesia di Palestina. Namun, di luar Timur Tengah, saya kira banyak
pihak menanti bagaimana sikap Indonesia mengatasi beragam tantangan baru
di Asia Tenggara, termasuk pendekatan apa yang akan dilakukan terhadap
China. Kini ada anggapan bahwa "Anda bisa mendekat ke China untuk
meningkatkan kemakmuran dan mendekat ke Amerika untuk memperkuat
keamanan".
Jika Jokowi benar-benar tulus saat mengungkapkan rencana untuk menjadikan Indonesia sebagai "poros maritim dunia" atau "global maritime access",dia
harus mempersiapkan kebijakan untuk menghadapi China, terkait krisis di
Laut China Selatan, dan tentu saja pada ASEAN. Indonesia adalah "natural leader"
ASEAN, tetapi herannya dalam beberapa tahun ini Indonesia tidak suka
memainkan peran penting. Kebijakan luar negeri Indonesia malah bisa
dibilang "naif".
Kita dengar dari Yudhoyono bahwa kebijakan luar negeri Indonesia berlandaskan "million friends zero enemy".
Itu bukan strategi, itu kontes popularitas. Saya harap Jokowi memahami
luasnya Indonesia, signifikannya peran yang dimainkan, bahkan negara
kepulauan terbesar di dunia dengan beragam sumber daya, sehingga
kebijakan luar negerinya lebih baik. Saya kira Indonesia tidak bisa
bersikap pasif saja terhadap banyak hal, terutama terhadap China. Karena
jika hal ini terus terjadi, dari perspektif Amerika, jika Amerika
diminta Vietnam dan Filipina untuk membantu menghadapi China, sebenarnya
Amerika justru mempertanyakan peran Indonesia dan ASEAN terlebih dulu.
Jika negara-negara di Asia Tenggara tidak peduli dengan konflik yang
terjadi di Laut China Selatan, kenapa Amerika harus peduli?
Pendekatan yang sekarang ini terjadi ialah "mendekat ke China untuk
meningkatkan kemakmuran dan mendekat ke Amerika untuk memperkuat
keamanan" bukanlah pendekatan yang baik untuk jangka panjang, apalagi
bagi Amerika yang pastinya tidak ingin "dimintai" membantu menjaga
keamanan Asia Tenggara, tetapi ditinggal saat Asia Tenggara mencari
kemakmuran ke China. Pernyataan ini bisa jadi kontroversial, tetapi saya
rasa Indonesia di bawah Jokowi harus memikirkan hal ini. Banyak pihak,
termasuk Amerika, yang menunggu inisiatif Indonesia dalam berbagai isu.
sumber: kompas.com

- Ini Pidato Pertama Jokowi Sebagai Presiden Terpilih
- Jokowi-JK Menang di SUMUT
- Jokowi-JK Menang di Kaltim dan Kalimantan Utara
- PILPRES, KPU Nyatakan Jokowi-JK Jawara di Sulut
- Rekapitulasi Suara Luar Negeri Selesai, Jokowi-JK Unggul

Komentar Via Website : 13
Pengobatan Alternatif Penyakit Kuning Secara Tradisional
21 Januari 2017 - 11:24:37 WIB
RSS, RSS Feed
21 Januari 2017 - 15:34:33 WIB
Prof Emmerson: Jokowi Lebih Menjanjikan daripada Prabowo
11 Februari 2017 - 20:47:04 WIB
ΡΠ°ΡΡ
13 Februari 2017 - 01:17:39 WIB[url=http://xn----8sbwhzpef4b3bg.xn--j1amh/content/21- nedorogie-chasy-universalnye-khronometry-dlya-zhensshin-i -muzhchin]ΠΠ΅Π΄ΠΎΡΠΎΠ³ΠΈΠ΅ ΡΠ°ΡΡ β ΡΠ½ΠΈΠ²Π΅ΡΡΠ°Π»ΡΠ½ΡΠ΅ Ρ ΡΠΎΠ½ΠΎΠΌΠ΅ΡΡΡ Π΄Π»Ρ ΠΆΠ΅Π½ΡΠΈΠ½ ΠΈ ΠΌΡΠΆΡΠΈΠ½[/url] ΠΊΡΠΏΠΈΡΡ Π² Π£ΠΊΡΠ°ΠΈΠ½Π΅ Π² ΠΈΠ½ΡΠ΅ΡΠ½Π΅Ρ-ΠΌΠ°Π³Π°Π·ΠΈΠ½Π΅ Ρ Π΄ΠΎΡΡΠ°Π²ΠΊΠΎΠΉ Π½Π°Π»ΠΎΠΆΠΊΠΎΠΉ
[url=http://xn----8sbwhzpef4b3bg.xn--j1amh/][img]http: //xn----8sbwhzpef4b3bg.xn--j1amh/upload/stowlcarousel/7dc 1ada023d8d1a01c939bfce5047be9.jpg[/img][/url]
http://www.Π²Π΅Π΄ΡΡΠΈΠΉ-ΠΊΡΡΠΌ.ΡΡ
16 Februari 2017 - 02:18:30 WIBΠ»ΡΡΡΠΈΠ΅ ΡΡΠ΅Π½Π°ΡΠΈΠΈ.
ΠΠ°ΡΠ΅ΡΡΠ²Π΅Π½Π½Π°Ρ Π°ΠΏΠΏΠ°ΡΠ°ΡΡΡΠ° Π² Π‘ΠΠ±
LouisTogJV
28 Februari 2017 - 09:09:09 WIB
http://www.AdulToySex.com
02 Maret 2017 - 05:48:47 WIBSame Day Dispatch Β· Discreet Packaging Β· FREE Shipping Worldwide Β· Easy Returns for 90 Days
Types: Vibrators, Dildos, Lingerie, Bondage, Men's Toys, Lubes, Toys For Couples
{http://fitjoin.ru|http://eroplus.info}
27 Maret 2017 - 17:13:20 WIBΠ Π΅ΡΠ΅ ΡΡΠΎΡΠΈΠΊΠ°, ΠΎΠ±ΠΎΠΈ ΡΡΠΎΡΠΈΠΊΠ°, Π»ΡΡΡΠ°Ρ ΡΡΠΎΡΠΈΠΊΠ° ΡΠΎΡΠΎ Π½Π° ΡΠ°ΠΉΡΠ΅ [url=http://eroplus.info/category/%d1%8d%d1%80%d0%be%d1%82 %d0%b8%d1%87%d0%b5%d1%81%d0%ba%d0%b8%d0%b5-%d0%be%d0%b1%d 0%be%d0%b8/]Π‘Π²Π΅ΠΆΠ°Ρ ΡΡΠΎΡΠΈΠΊΠ°[/url]